Angngaru adalah sebuah tradisi lisan yang kaya makna dan sejarah, berasal dari suku Makassar di Sulawesi Selatan. Lebih dari sekadar orasi atau pidato, Angngaru merupakan representasi nilai-nilai keberanian, kejujuran, dan kehormatan yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi ini memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat dan pertemuan penting masyarakat Makassar.
Secara etimologis, “Angngaru” berasal dari kata dasar “garu” yang berarti “garang” atau “berani”. Oleh karena itu, Angngaru seringkali dihubungkan dengan semangat kepahlawanan dan keberanian para leluhur Makassar. Tradisi ini diperkirakan telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Sulawesi Selatan, seperti Kerajaan Gowa dan Tallo.
Dalam pelaksanaannya, Angngaru disampaikan oleh seorang tokoh yang ditunjuk, biasanya seorang pemangku adat atau tokoh masyarakat yang dihormati. Isi dari Angngaru dapat beragam, tergantung pada konteks acara. Dalam upacara perkawinan, Angngaru dapat berisi nasihat-nasihat bijak kepada pengantin. Dalam upacara pelantikan atau penyambutan tamu kehormatan, Angngaru berfungsi sebagai ungkapan selamat datang dan harapan baik. Sementara dalam konteks yang lebih serius, seperti penyelesaian sengketa atau membangkitkan semangat perjuangan, Angngaru dapat berisi narasi sejarah kepahlawanan dan ajakan untuk bersatu.
Ciri khas Angngaru terletak pada intonasi dan gaya penyampaiannya yang bersemangat dan penuh penekanan. Pembicara Angngaru seringkali menggunakan bahasa kiasan dan peribahasa Makassar yang mendalam, menambah nilai estetika dan makna dari setiap perkataannya.
Lebih dari sekadar komunikasi lisan, Angngaru memiliki fungsi sosial dan budaya yang signifikan. Tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat tali persaudaraan antar anggota masyarakat, menjaga nilai-nilai luhur budaya Makassar tetap hidup, dan mewariskan kearifan lokal kepada generasi muda. Melalui Angngaru, sejarah dan identitas budaya Makassar terus direproduksi dan dilestarikan.
Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi Angngaru mulai mengalami pergeseran dan tidak lagi sepopuler dahulu. Namun, upaya pelestarian terus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, tokoh adat, dan komunitas budaya. Diharapkan, generasi muda Makassar dapat terus mengenal, memahami, dan menghargai warisan budaya Angngaru sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas mereka.